Sistem logistik jagung sebaiknya dibangun berbasis klaster, yaitu dengan mengelompokkan lokasi produksi jagung dan lokasi pabrik pakan yang berdekatan. (Foto: Infovet/Ridwan) |
Logistik melibatkan kegiatan terkait penyediaan, keamanan, penanganan material, pengangkutan, penyimpanan, pengemasan, distribusi, pemulangan, penggantian dan pembuangan barang. Untuk melakukan hal-hal tersebut, maka diperlukan biaya-biaya, termasuk biaya logistik.
Sistem produksi atau budidaya jagung dan pemanfaatan serta penggunaan jagung bukan bagian dari sistem logistik atau dengan kata lain, di luar masalah logistik. Adapun biaya logistik, merujuk pada biaya sumber daya riil publik dan swasta untuk mengangkut dan memindahkan barang, orang dan informasi dari satu lokasi ke lokasi lain, biasanya dari tempat produksi ke tempat pembelian atau konsumsi. Sedangkan yang dimaksud dengan tataniaga suatu komoditi adalah rantai transaksi atau bertemunya produsen dengan pembeli sampai kepada konsumen akhir.
Hal itu dijelaskan oleh Direktur Pakan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan periode 2010-2015, Dr Mursyid Ma'sum, dalam acara seminar online Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI) bertajuk “Strategi Ketahanan Pakan Lokal”.
Seminar yang diselenggarakan pada Kamis (18/6/2020) dibuka secara resmi oleh Ketua Umum AINI, Prof Nahrowi, serta dihadiri narasumber penting lain, yakni Guru Besar Fakultas Peternakan IPB, Prof Dr Luki Abdullah dan Direktur PT Agriniaga Indonesia, Ismunandar.
Mursyid memaparkan, dalam membahas logistik jagung, maka harus dilihat dari perspektif yang lebih luas, yaitu logistik sebagai subsistem dari sistem tata niaga jagung ataupun supply chain jagung. Dengan kata lain, sistem logistik jagung harus “diletakkan” di antara persoalan segmen hulu, yakni petani dan sistem budi daya dan produksinya, serta segmen hilir, yakni industri pakan dan pengguna jagung lainnya. Hal ini untuk memperoleh sistem ataupun model logistik jagung yang holistik dan komprehensif.
“Atau dengan kata lain hal ini untuk menghindari penyelesaian secara parsial persoalan jagung sebagai bahan pakan,” kata Mursyid sembari menyarankan, sistem logistik jagung sebaiknya dibangun berbasis klaster, yaitu dengan mengelompokkan lokasi produksi jagung dan lokasi pabrik pakan yang berdekatan dalam satu wilayah tertentu.
Dengan pendekatan berbasis klaster tersebut maka sistem logistik jagung akan dapat memperpendek rantai tata niaga antara produsen jagung dan pengguna. Sehingga hal ini dapat mengurangi biaya logistik, biaya transaksi dan illegal cost. Jika hal itu dapat diwujudkan, maka diharapkan dapat terjadi distribusi margin keuntungan yang lebih adil dan proporsional antara produsen, pedagang perantara, agen dan distributor jagung.
“Hal ini penting agar petani terus termotivasi untuk menanam jagung sebagai pilihan utamanya setelah tanaman padi,” pungkasnya. (IN)
0 Comments:
Posting Komentar