-->

MEWASPADAI KEBERADAAN LALAT DI PETERNAKAN

Lalat Tabanus rubidus, salah satu vektor penyakit Surra. (Foto: Ist)

Lalat, namanya bahkan menjadi lirik lagu anak-anak di era 90-an. Keberadaan lalat dinilai sebagai indikator kebersihan suatu lingkungan. Bukan hanya di permukiman, keberadaan lalat di peternakan juga dinilai meresahkan.

Siapa tak kenal lalat, hewan dari filum arthropoda ini memang sudah seperti menjadi bagian sehari-hari dalam kehidupan. Hampir di tiap tempat pasti mudah menemukan keberadaan lalat. Serangga terbang ini dikonotasikan sebagai sesuatu yang negatif.

Begitu pula dalam dunia peternakan, lalat merupakan musuh yang harus dibasmi. Ledakan populasi lalat di suatu peternakan dapat menambah daftar panjang masalah yang harus diselesaikan dalam suatu peternakan.

Berbagai Jenis, Beragam Ancaman
Menurut ahli serangga LIPI, Prof Rosichon Ubaidillah, ada sekitar 240.000 spesies diptera (serangga dua sayap) dan secara umum dikenal sebagai lalat/fly termasuk simulium. Berdasarkan penemuannya, lalat sudah hidup sekitar 225 juta tahun lalu.

“Keberadaan lalat ini sudah lama ada, coba bayangkan sejak zaman dinosaurus mereka sudah ada, dan yang jelas beberapa jenis lalat secara langsung dan tidak langsung juga mempengaruhi kehidupan kita baik secara ekologi, medis, bahkan sampai ekonomis,” ujar Rosichon.

Ia menambahkan bahwa beberapa spesies lalat bersifat parasit dan merugikan manusia termasuk di peternakan. Oleh karenanya perlu diwaspadai keberadaan lalat di suatu peternakan, apapun jenis ternaknya. Hal ini dikarenakan tiap spesies lalat memiliki inang yang berbeda-beda. 

Hal tersebut diamini oleh staf pengajar parasitologi FKH IPB, Prof Upik Kesumawati. Di dunia peternakan hewan besar maupun kecil, kata dia, lalat adalah masalah yang harus dikendalikan. Ia memberi contoh pada hewan besar misalnya, lalat spesies Tabanus, Stomoxys, Haematopota, dan Chrysops.

“Mereka itu lalat yang biasa ditemukan pada hewan besar, mereka mengisap darah dan memberikan dampak medis yang besar bagi penyebaran penyakit (vektor) Surra. Makanya harus dibasmi dan dikendalikan, tidak boleh dibiarkan, kalau dibiarkan akan jadi kerugian ekonomi yang tidak sedikit,” kata Upik.

Hingga saat ini menurut Upik, Indonesia masih struggle dalam mengendalikan penyakit Surra pada sapi yang diperantarai oleh vektor lalat dari keluarga Tabanidae. Ia mencontohkan kerugian akibat penyakit Surra di benua Asia mencapai $ 1,3 miliar pada tahun 1998, hal ini belum termasuk biaya pengendalian vektornya.

Di peternakan unggas, jenis lalat yang sering dijumpai antara lain lalat rumah (Musca domestica), lalat buah (Lucilia sp.), lalat sampah (Ophyra aenescens), lalat tentara (soldier flies) dan lalat hitam (Simulium sp.). Lalat tersebut sering ditemukan di sekitar tempat pakan, litter, area sekitar feses, kolong kandang, selokan air, maupun bangkai ayam. Banyaknya populasi lalat tersebut tentu akan memberikan... (Selengkapnya baca di Majalah infovet edisi Agustus 2020) (CR)

Related Posts

0 Comments:

Posting Komentar

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

ARTIKEL POPULER BULAN INI

ARTIKEL POPULER TAHUN INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer